Diary random the king of kerajaan antah berantah, Consli!

Saturday, May 11, 2019

Mengenali Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Pribadi

Pengertian prestasi secara umum adalah hasil yang dicapai oleh individu, kelompok atau organisasi pada priode tertentu dan didasarkan pada ukuran yang ditetapkan. Mahasiswa lulus dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) yang tinggi atau rendah merupakan salah satu ukuran dari prestasi.


Ukuran dari prestasi ini, berupa tinggi rendahnya nilai mata kuliah yang ditempuh dari setiap semester.

Hasil yang dicapai berupa IPK, dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
  1. Faktor Kemampuan
  2. Faktor Motivasi
  3. Faktor Eksternal

Faktor Kemampuan

Kemampuan seorang mahasiswa dalam menyerap pelajaran dipengaruhi oleh:
  • Kehadiran di ruang belajar
  • Literatur yang dibaca
  • Kelompok belajar
  • Target yang ditetapkan

Faktor motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan (drive), kekuatan dorongan ini mempengaruhi perilaku seseorang atau individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkan. Sedangkan Kekuatan dorongan yang ada dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu Internal dan External.

Seorang mahasiswa untuk hadir di ruang kuliah, membaca literatur yang dianjurkan dosen, membentuk kelompok belajar dan menetapkan target karena dipengaruhi oleh:
  • Rasa malu sama teman dan keluarga kalau mendapat ip yg rendah
  • Rasa kasih sayang sama ortu (orang tua) yang membiayai
  • Tanggung jawab pribadi
  • Mempunyai rasa harga diri yang tinggi kalau mendapat IP yang tinggi dan sebaliknya
Kalau kondisi itu terjadi pada diri seorang mahasiswa, maka Ia  dipengaruhi oleh motivasi Internal-nya  tinggi. Bagaimana Ia mempunyai rasa malu sama teman kuliah serta keluarga kalau ia mendapatkan IPK yang rendah, bagaimana Ia mempunyai rasa malu dengan orang tua atau orang yang membiayai kuliah kalau Ia mempunyai prestasi yang rendah dalam kuliah.

Dan kalau hal ini tercipta dalam benaknya serta mempunyai persepsi bahwa pestasi dalam kuliah adalah merupakan tanggung jawab pribadi sebagai mahasiswa, maka dapat dipastikan tingkat menuju sukses  dalam menempuh kuliah dengan tepat waktu dan memperoleh IPK yang tinggi akan diperolehnya.

Sedang motivasi eksternal, adalah dukungan dari faktor-faktor diluar individu mahasiswa. Kondisi ekonomi keluarga, sarana prasarana kampus (perangkat keras & lunak), lingkungan kampus, merupakan faktor penunjang dalam keberhasilan mahasiswa menempuh jenjang pendidikan yang baik.

Apa yang diharapkan oleh semua pihak, (pendidik, orang tua, organisasi pendidikan dan pemerintah), tentunya mengharapkan anak didik berhasil dengan baik, IPK tinggi dan tepat waktu mengarah pada efesiensi.

Faktor Eksternal

Penjelasan dan pemahaman faktor eksternal, dilihat dari konteks pengaruh luar terhadap tuntutan prestasi peserta didik. Kondisi ekonomi, demografi, politik serta lingkungan (kerjasama-kerjasama perdagangan internasional) perlu dipahami dalam menempuh jenjang pendidikan yang berprestasi.

Apakah dampak serta pengaruhnya terhadap tuntutan kualitas lulusan ?, hal ini yang harus menjadi pertimbangan dan pemikiran bersama (peserta didik, orang tua dan pendidik).

Yang jelas, tuntutan kualitas lulusan yang menjadi utama dalam pembangunan manusia Indonesia dalam memenuhi keinginan kondisi eksternal tersebut.

Sebagai gambaran umum, penulis menguraikan secara singkat dari faktor-faktor eksternal, agar mudah dipahami. Diharapkan juga pemahaman diperdalam lagi dengan membaca literatur serta buku-buku yang berkaitan dengan hal tersebut dibawah ini.

Kondisi Ekonom

Indonesia masuk jajaran 10 negara dengan ekonomi terbesar dunia. Saat ini, Indonesia disebut-sebut sebagai negara ekonomi tangguh yang mampu tumbuh konsisten di atas 5 persen. Padahal negara lain seperti China dan India mengalami perlambatan pertumbuhan.

Artikel tersebut menunjukkan betapa hebatnya Indonesia dan kita sebagai warga negara merasa bangga. Namun dibalik itu, apakah pertumbuhan membawa kesejahteraan yang merata  bagi rakyatnya ?.

Pengangguran masih tetap tinggi, ketimpangan antara si-kaya dan si-miskin cukup tinggi, (BPS: gini rasio 2013 sebesar 0,413) dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi seperti itu, oleh para pengamat ekonomi merupakan pertumbuhan yang tidak berkualitas.

Mari kita lihat bagaimana dilema itu timbul dipermukaan, serta bagaimana tuntutan kualitas lulusan atau tenaga kerja yang diinginkan oleh pasar.

Saya ajak pembaca/mahasiswa untuk sejenak berfikir, bahwa penciptaan lapangan kerja oleh Dunia Usaha dan Industri (DUDI), karena adanya pertumbuhan ekonomi suatu negara serta kemajuan teknologi dan modernisasi. Pertumbuhan ekonomi secara makro, akan menumbuhkan peluang usaha serta perluasan usaha secara mikro.

Apakah pertumbuhan tersebut akan mengakibatkan penciptaan lapangan pekerjaan secara signifikan ?. Tidak dapat dipastikan hal itu akan terjadi. Banyak permasalahan-permasalahan dilapangan yang muncul, mulai dari kreteria penetapan padat modal (capital intensive) dan padat karya (Labor intensive) sampai dengan penetapan Upah Minimum Regional (UMR) yang berkaitan dengan penetapan katagori tersebut.

Belum lagi permasalahan penghapusan outsourching (kontrak kerja) dialihkan supaya menjadi pegawai tetap. Hal ini mempengaruhi perusahaan yang tadinya padat karya beralih menjadi padat modal. Perusahaan tidak sanggup  membayar gaji pegawai tetap. Atas dasar hitungan ekonomi dan efesiensi, buruh tersebut sebagian besar diganti dengan mesin.

Disadari pilihan investor dalam bisnisnya yang utama adalah laba, kontinuitas usaha, baru pilihan terakhir adalah tanggung jawab sosial. Dan ini merupakan tujuan usaha mereka. Dengan demikian pilihan operasional usahanya adalah efesiensi dalam memperoleh laba.

Ukuran efesiensi menjadi dasar dalam mempertahankan kontinuitas usaha. Sehingga apabila ada pilihan dan peluang dalam mempertahankan kontinuitas usaha, mereka akan memilih Capital Intensive (padat modal) dibandingkan dengan Labor Intensive (padat karya). Itulah pilihan yang realistis yang diambilnya ?.

Untuk lebih jelasnya, pilihan terhadap padat modal biasanya dilandaskan pada keinginan mencapai tingkat produksi yang optimum dengan biaya produksi per-unit yang rendah. Akhirnya harga jualpun menjadi murah.

Hal ini menjadi mungkin. Sebab bila yang bekerja adalah mesin-mesin, jam kerja bisa ditambah sesuka hati, tanpa adanya keluhan capai, protes, tuntutan uang lembur maupun uang kopi.

Yang lebih penting lagi adalah produktivitas kerja tetap tinggi dan stabil, sedangkan kualitas produk dapat dipertanggungjawabkan.

Keuntungan lain dari memilih padat modal adalah para pengusaha terhindar dari masalah-masalah perburuhan yang amat peka menjengkelkan dan berbiaya tinggi dalam proses penyelesaiannya.

Kendala utama dari pemilihan padat modal adalah investasi dan modal awal yang amat tinggi, namun itu bisa diatasi dengan pinjaman.

Disamping itu yang paling penting, sangat dibutuhkan tenaga-tenaga professional yang mempunyai kualifikasi di bidangnya dalam menjalankan perusahaan. Disinilah peran lembaga pendidikan dalam menciptakan tenaga-tenaga terampil dan professional yang menjadi tuntutan utama.

Demografi

Issu yang sedang hangat mulai tahun 2010, mengenai demografi adalah, Indonesia akan memperoleh bonus demografi pada tahun 2020 - 2030.

Apa itu bonus demografi ?, adalah suatu bonus dimana  jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada tahun 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ).

Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta. Kondisi ini  yang disebut The window of opportunity.

Dimana rasio ketergantungan (dependency ratio) paling rendah (44 per 100) yang  bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Artinya 44 orang penganggur ditanggung oleh 100 orang yang bekerja.

Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Imbasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata,  ketersedian lapangan pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030?

Hal inilah yang perlu dipertegas komitmen para pemangku kekuasaan (eksekutif & legeslatif) dalam membuat Kebijakan tentang penanaman modal yang berorientasi labor intensive dan bukan capital intensive 100%. Tentunya dengan pertimbangan-pertimbangan yang sangat matang, sehingga terjaga kesimbangan usaha antara orientasi laba dan tanggung jawab sosial dalam menciptakan lapangan pekerjaan.

Apakah permasalahaan sudah selesai sampai disini..?. Kalau pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?. Jangan lupa awal tahun 2016, diberlakukan kerjasama Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Sumberdaya Manusia yang berkualitas menjadi tuntutan dalam menghadapi kerjasama tersebut. Siapa yang bertanggung jawab akan kualitas tenaga kerja ?. Pertama-tama pasti tudingan tersebut mengarah pada pemerintah, lalu lembaga pendidikan termasuk para pengajarnya dan para lulusannya.

Berkaca dari fakta yang ada sekarang, (data statistic November 2012) indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan 6 (enam) dari 10 (sepuluh) negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura.

Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya.pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri. Paling banyak, pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi pembantu. Banyak permasalahan-permasalahan hak azasi manusia terjadi disitu. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing.

Permasalahan pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar: kualitas manusia!

Kenyataannya pembangunan kependudukan seolah terlupakan dan tidak dijadikan underlined factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa.

Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri.

Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.

Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.

Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi adalah berkah jika berhasil mengambilnya. Satu sisi yang lain adalah bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan.